Belajar Kerukunan
dari para sahabat muhajirin dan anshar
Dalam tafsir atthabari disebutkan
bahwa: hendaknya umat islam ada dalam salah satu dari tiga macam karakter
sebagaimana mana disebutkan dalam surah al Hasyr ayat 8-10: Yang pertama adalah
karakter kaum muhajirin. Yang kedua, karakter kaum Anshar. Dan yang ketiga,
karakter orang yang berima setelah mereka.
Hadirin jamaah shalat jumah
rahimakumullah...
yang petama, adalah Karakter kaum
muhajirin. Allh SWT menggambarkan karaker mereka sebagaimana disebutkan dalam
surah al hasyr ayat 8 yaitu:
Ïä!#ts)àÿù=Ï9 tûïÌÉf»ygßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qã_Ì÷zé& `ÏB öNÏdÌ»tÏ óOÎgÏ9ºuqøBr&ur tbqäótGö6t WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur tbrçÝÇZtur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4
Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqè%Ï»¢Á9$# ÇÑÈ
8. (juga) bagi orang fakir yang
berhijrah[1466] yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka
(karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah
dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar.
[1466]
Maksudnya: Kerabat Nabi, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil
yang kesemuanya orang fakir dan berhijrah.
1. karaker dari Sahabat muhajirin yang pertama sebagaimana digambarkan
dalam surah al asy ayat 8 tersebut adalah bahwa mereka adalah orang2 yang memiliki
tekad sekuat baja untuk berjuang bersama Rasulullah walaupun dengan resiko
menjadi fuqara’ (orang2 faqir). Padahal, di makkah mereka adalah saudagar2
sukses yang kekayaannya melimpah. Mereka tidak takut menjadi miskin dengan
meninggalkan kekayaan mereka untuk pergi berhijrah ke yatsrib bersama
Rasulullah. semata-mata hanya mengharap keutamaan dan ridha dari Alloh () serta
untuk menolong agama Allah dan rasulullah SAW (). Ibnu hisyam dalam kitab
sirahnya mencatat bahwa para sahabat Rasulullah yang telah menjadi muslim
meninggalkan harta mereka dan rumah2 mereka dalam keadaan terkunci tanpa
penghuni (fa inna duurohum ghulliqat bimakkata laisa fiiha saakinun). Bahkan,
ada satu rumah milik bani jahsy,ketka merekameninggalkan rumah mereka untuk
berhijrahersama rasulullah, Abu sufyan bin harb mendatangi mereka rumah mereka
kemudianmenjualnya. Ketika kabar penjualan rumah mereka di makkah sampai ke
telinga bani jahsy, mereka mengadu kepada rasulullah. Sebagai penghibur hati
mereka, Rasulullah bersabda: alaa tardlaa ya abdalloh an yu’thiyakallohu biha
daaron khoiron minha fil jannah? Qoola: balaa. Qoola: fadzaalika laka.
2. karakter ke-dua dari para Muhajirin ini
adalah alasan yang melatar-belakangi kepergian mereka meninggalkan
kampung-halaman mereka. Mereka berhijrah bukan demi keuntungan duniawi berupa
apapun. Dapat dipastikan bahwa mereka melakukannya demi mencari ridha Allah SWT
dalam kehidupan di dunia ini, dan untuk mencari karunia-Nya di Hari Pembalasan
kelak.
3. karakter yang ke-tiga, mereka berhijrah
untuk menolong Allah SWT dan Rasulullah SAW.Maksud dari menolong Allah SWT
disini adalah menolong dalam hal mendakwahkan Al-Islam.Mereka telah memberikan
pengorbanan yang luar biasa demi mencapai dua macam tujuan di atas.
4. Ciri-ciri ke-empat dari para Muhajirin
ini adalah, mereka itu benar dalam kata dan perbuatan. Mereka berdiri tegak
diatas ikrar yang mereka ucapkan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW
(mengucapkan dua kalimat syahadat) di awal mula mereka masuk Islam. Allah SWT
menegaskan didalam firman-Nya bahwa para Muhajirin itu seluruhnya adalah benar
(shiddiq). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam suah attaubah ayat 20:
وَٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ ءَاوَوا۟ وَّنَصَرُوٓا۟
أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan
orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.
Jamaah shalat jumah
rahimakumullah..
adapun karakter sahabat anshar
adalah sebagaimana digambarkan oleh Alloh SWT dalam surah al hasyr ayat 9,yaitu:
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَٰنَ مِن قَبْلِهِمْ
يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ
أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن
يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah
menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang orang yang beruntung
Dalam ayat tersebut setidaknya
ada 3 karakter mulia yang telah telah diakui oleh Allah SWT, yaitu
1.
Yang pertama, kaum
Anshar tidak memandang para Muhajirin yang tak berdaya itu sebagai gangguan atas
diri mereka. Mereka menerima para Muhajirin dengan tangan terbuka dan mencintai
mereka secara tulus. Mereka sangat termotivasi dengan ketentuan dari Allah,
bahwa orang beriman itu bersudara sesamanya. Karena cinta persudaraan
inilah, kaum Anshar rela berbagi rata seluruh kepemilikan mereka dengan
kaum Muhajirin, bahkan sampai pada perlengkapan rumah-tangga pun mereka
bagikan. Lebih dari itu, orang-orang Anshar yang beristri lebih dari satu,
secara sukarela segera menceraikan satu diantaranya agar dapat dinikahi oleh
para muhajirin. Dalam menjalankan hal ini, orang Anshar memperkenalkan
saudaranya dari Muhajirin kepada istri-istrinya, kemudian ia menyuruh
saudaranya muhajirin itu untuk memilih yang mana yang paling menarik hatinya.
Kebetulan, pada waktu itu kewajiban mengenakan jilbab belum diwahyukan.
2.
Karakter kedua dari kaum
Anshar adalah, mereka menerima dengan sepenuh-hati apapun yang diberikan oleh
Rasulullah SAW kepada kaum Muhajirin. Sebagai contoh, ketika kaum Muslim
berhasil mengambil alih kendali atas harta kekayaan dari Banu Nadhir dan Banu
Qainuqa’ tanpa menempuh jalan pertempuran, harta benda itu harus dibagikan oleh
Rasulullah SAW kepada lima kategori penerima Fa’i sebagaimana tersebut didalam
Al-Qur’an. Maka beliau meminta Tsabit bin Qaish RA untuk mengumpulkan kaum
Anshar. Beliau kemudian berkhutbah di hadapan mereka dan memuji perilaku
keteladanan mereka terhadap para Muhajirin. Selanjutnya, Nabi SAW menawarkan
dua pilihan berkaitan dengan pembagian kepemilikan harta kekayaan yang baru saja
diperoleh itu, “Jika kubagikan perolehan ini kepada semua orang Anshar dan
Muhajirin, maka para Muhajirin masih akan terus tinggal di rumah para Anshar.
Pilihan lainnya, kubagikan perolehan ini hanya kepada para Muhajirin dan dengan
demikian mereka bisa meninggalkan rumah para Anshar dan memulai hidup mandiri.”
Pemimpin kaum Anshar, Sa’ad bin ‘Ibada dan Sa’ad bin Ma’az menanggapi,
“Silahkan, bagikanlah diantara kaum Muhajirin saja, dan hendaklah merekapun
tetap tinggal di rumah kami.” Allah SWT menyukai tanggapan para Anshar ini dan
mewahyukan ayat yang menyatakan bahwa kaum Anshar sama sekali tidak merasa
keberatan didalam hati mereka perihal pembagian harta kekayaan yang bernilai
tinggi. Kaum Anshar berbuat demikian bagaikan mereka sama sekali tidak membutuhkan
harta itu. Jika ada di dalam hati kaum Anshar percikan kecemburuan social,
sedikitpun tidak kelihatan dari sikap keseharian mereka. Begitulah, pembagian
pun dilakukan diantara kaum Muhajirin saja oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, dua
orang Anshar yang sangat membutuhkan, yakni Sahal bin Hanif RA dan Abu Dujana
RA juga memperoleh bagian.
3.
Karakter ke-3 dari kaum
Anshar adalah, mereka lebih cenderung mencukupi kebutuhan kaum Muhajirin,
walaupun mereka juga mempunyai kebutuhan yang sama. (walau kaana bihim
khoshoosoh).
Adapun mengenai gambaran hubugan indah antara
sahabat muajirin dan ashar banyak disebutkan oleh Imam al Qurthubi dalam
tafsirnya. beberapa riwayat yang menyangkut contoh prakek hubungan Muhajirin
dan Anshar. Antara lain:
-
Sayyidina Abu Hurairah
RA meriwayatkan bahwa, suatu kali seseorang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan
berkata, “Saya teramat sangat lapar dan sudah tak tertahankan lagi.”Maka
Rasulullah bertanya kepada istri-istri beliau adakah makanan di rumah.Mereka
menjawab bahwa tidak ada lagi makanan, hanya air saja yang tersedia.Maka,
beliau bertanya kepada para sahabat, “Siapa yang akan menjamu saudara kita ini
pada malam ini?”Seorang Anshar menawarkan diri.Ia membawa saudara yang
kelaparan itu ke rumahnya dan menyuruh istrinya menyajikan makanan. Tetapi
istrinya menjawab, “Makanan hanya pas-pasan untuk dibagikan pada anak-anak kita
saja.”Orang Anshar itupun berkata kepada istrinya,”Baringkanlah anak-anak, agar
mereka tertidur.Lalu, sajikankah makanan itu dan matikanlah lentera.Aku harus
berpura-pura makan bersama tamu kita ini.Ia tidak akan mengetahuinya dalam
gelap.”Maka tamu itupun makan, dan keesokan harinya kedua orang itu kembali
menjumpai Rasulullah SAW.Maka Nabi SAW memberi ucapan selamat kepada orang
Anshar ini, beliau bersabda, “Allah SWT sangat menyukai keramah-tamahanmu tadi
malam.” (Tirmidzi)
Peristiwa ini adalah membuktikan di depan Nabi SAW betapa kaum Anshar mampu
menerjemahkan atau mengimplementasikan pesan-pesan iman kedalam perilaku
keseharian mereka.
-
Sayidina Hudzaifah
‘Adawi RA meriwayatkan, “Aku berangkat untuk mencari Jasad sepupuku sewaktu
perang Yarmuk.Aku memiliki air yang kupersiapkan untuk mereka yang masih
terdapat tanda-tanda hidup. Kutemukan sepupuku dalam keadaan hampir mati. Aku
tawarkan kepadanya air yang kubawa. Ia mendengar rintihan saudara Muslim yang
lain yang berjarak dekat dengannya. Sepupuku menolak untuk minum air itu dan
mendesakku agar air itu diberikan kepada sesamanya yang juga cedera. Begitu aku
sampai didekat orang kedua, iapun mendengar rintihan saudara Muslim yang lain
lagi. Orang kedua ini mengambil air itu untuk diberikan kepada orang yang
ke-tiga. Dengan cara demikian aku telah mendatangi tujuh orang yang berlainan
yang sama-sama cedera. Masing-masing dari mereka cenderung memperhatikan
kebutuhan saudaranya daripada dirinya sendiri. Ketika aku sampai pada orang
ke-tujuh, ia baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Bersegera aku kembali
kepada sepupuku, iapun telah menjumpai maut.”
Hadirin jamaah shalat jumat rahimakumullah...
Allah SWT menggambarkan banyak sekali
keutamaan Muhajirin dan Anshar didalam Al-Qur’an. Namun, Allah SWT hanya
menguraikan satu keutamaan yang perlu digaris-bawahi mengenai umat yang
selebihnya. Kelompok ke-tiga ini haruslah secara tulus menghargai para sahabat
Nabi Muhammad SAW, karena mereka itu bukan saja menonjol dari segi kemurnian
Iman mereka, tetapi juga melalui mereka itulah Iman ini sampai kepada kita.
Dengan demikian, Kelompok ketiga ini hendaklah mendo’akan para sahabat
Rasulullah SAW, dan jangan memendam aneka perasaan tidak nyaman dalam hal
apapun di dalam hati terhadap para sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana
sikap orang beriman setelah generasi sahabat sebaiknya, maka Allah memberitahukan
kepada kita secara tersirat dengan redaksi doa. Do’a yang sangat indah itu
diajarkan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Hasyr Ayat 10.
Dan sikap orang-orang yang datang sesudah
mereka berdo’a;
úïÏ%©!$#ur râä!%y`
.`ÏB öNÏdÏ÷èt/
cqä9qà)t $uZ/u
öÏÿøî$# $oYs9
$oYÏRºuq÷z\}ur úïÏ%©!$#
$tRqà)t7y Ç`»yJM}$$Î/
wur ö@yèøgrB
Îû $uZÎ/qè=è%
yxÏî tûïÏ%©#Ïj9
(#qãZtB#uä !$oY/u
y7¨RÎ) Ô$râäu
îLìÏm§ ÇÊÉÈ
“Wahai Tuhan kami! Ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah lebih dahulu beriman daripada kami, dan
janganlah Engkau biarkan didalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang
beriman, wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”( Al-Hasyr
Ayat 10.)
Mus’ab bin Sa’id meriwayatkan bahwasanya kita
hanya bisa termasuk dalam kelompok yang ke-tiga ini dengan cara mengamalkan
keutamaan yang telah dinyatakan di atas. Wajib meneladani sikap perilaku mereka
dalam mengimplementasikan pesan-pesan Allah kepada orang beriman.
Dari ayat tersebut, imam al Qurthubi
menyimpulkan bahwa, adalah wajib bagi kita untuk memiliki rasa hormat yang
setinggi-tingginya kepada para sahabat Rasulullah SAW. Sayyidina Abdullah bin
Umar RA meriwayatkan, “Bilamana kamu bertemu dengan seseorang yang mengecam
para sahabat Nabi Muhammad SAW, hendaknya katakan saja dengan ringan, “Semoga
Allah SWT menimpakan kecaman-Nya kepada yang terburuk diantara kalian.” Dengan
cara ini, Allah SWT sendiri yang akan memutuskan balasan yang layak bagi si
pengecam itu.
‘ Awwam bin Jusyab RA berkata, “Aku dapati
kaum muslimin pada masa dahulu (salafus shalih) saling mengingatkan terhadap
yang lain perihal keutamaan-keutamaan para Sahabat yang sangat penting untuk
dikenang agar dapat meningkatkan kecintaan kita kepada mereka.
Semoga Allah SWT memberikan kemampuan kepada
kita untuk menghargai dan menghormati keutamaan para Sahabat Rasulullah SAW,
sehingga kita bisa dimasukkan Allah SWT kedalam kelompok yang ketiga umat
Muhammad Rasulullah SAW, dan memperoleh keberhasilan di dalam kehidupan yang
sekarang maupun di kehidupan mendatang. Terutama meneladani Keutamaan karakter
sikap para Sahabat Rasulullah SAW Muhajirin dan Anshar dalam hidup
bermasyarakat.
Comments
Post a Comment