Tafsir Ahkam Ayat-ayat tentang pertaian
A. Pendahuluan
Sebagai bangsa yang besar
dengan karunia alam yang melimpah dan tradisi agraris yang sudah sedemikian
mengakar di masyarakat, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara yang mandiri
di bidang pangan. Bahkan tidak hanya mandiri, dengan kekayaan sumberdaya alam
yang melimpah tersebut, seharusnya Indonesia mampu untuk menjadi eksportir
dalam bidang pangan untuk membantu kebutuhan pangan dunia. Namun bagaimana kenyataannya? Alih-alih
menjadi eksportir dalam bidang pangan, Indonesia justru menjadi pengimpor besar
di bidang pangan dan beberapa produk pertanian lainnya.
Berdasarkan berita yang
tertulis di beberapa surat kabar beberapa waktu belakangan ini, Indonesia
menjadi salah satu negara pengimpor yang cukup besar pada beberapa produk
pertanian yang seharusnya bisa dibudidayakan sendiri. Situasi seperti ini tentu
menjadi ironi yang menyesakkan dada segenap elemen bangsa agraris seperti
Indonesia ini.
Apa yang diberitakan oleh
surat kabar tersebut ternyata bukan hanya isapan jempol belaka, tapi
benar-benar nyata. Kita benar-benar bisa melihat kenyataan tersebut dengan mata
kepala kita. Kita lihat saja produk hortikultura (terutama sayuran dan
buah-buahan) yang dijual di pasar-pasar modern maupun pasar-pasar tradisional,
tidak sulit untuk menjumpai sayuran dan buah-buahan impor dengan harga dan
kualitas yang kompetitif. Dengan kemasan yang lebih bagus dan kualitas produk
yang terstandarisasi, keberadaan sayuran dan buah-buahan impor baik di
pasar-pasar modern maupun di pasar-pasar tradisional begitu mencolok dan bahkan sudah mulai menggeser
produk pertanian lokal.
Sementara itu, Indonesia
sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia menjadi ironi yang lain
lagi. Ironi di sisni karena ajaran islam yang seharusnya merupakan rahmat bagi
sekalian alam sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam kitabNya, ternyata belum
bisa diwujudkan secara nyata oleh segenap umat islam sebagai penduduk mayoritas
di negri ini. Seharusnya, apabila umat islam di negeri ini benar-benar
mengamalkan ajaran agamanya dengan baik, maka Indonesia ini tidak akan
kekurangan bahan pangan atau produk pertanian lainnya, karena Allah telah
berjanji dalam kitabNya:
öqs9ur ¨br& @÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍkön=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$2 tbqç7Å¡õ3t ÇÈ
“Jikalau Sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”[1]
Berdasarkan ayat tersebut, apabila
umat islam Indonesia mau beriman dan bertakwa yakni menjalankan
perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-laranganNya maka Allah SWT akan
menjamin untuk menurunkan berkah dari langit dan mengeluarkannya dari bumi. Dengan
demikian, Indonesia menjadi Negara yang gemah ripah loh jinawi. Negri yang
penuh limpahan berkah tanpa kekurangan sandang pangan.
Terkait permasalahan pertanian di
Indonesia, dimana kekayaan alamnya melimpah ruah, tanahnya yang subur, serta
mayoritas penduduknya beragama islam namun kenyataannya masih juga impor
produk-produk pertanian maka boleh jadi ada aturan-aturan Allah SWT yang telah
ditetapkanNya dalam al Qur’an yang masih diabaikan oleh umat islam negri ini.
Berdasarkan latar belakang
permasalahan tersebut, maka penulis bermaksud untuk mengurai ayat-ayat tentang
pertanian yang terdapat dalam surah Yasin ayat 33-35. Dengan uraian sederhana
yang akan penulis kemukakan, mudah-mudahan dapat menjadi wacana baru untuk
meningkatkan pengamalan ajaran al Qur’an di masyarakat.
B. Tafsir
tahlili Surah Yasin Ayat 33 – 35
×pt#uäur ãNçl°; ÞÚöF{$# èptGøyJø9$# $yg»uZ÷uômr& $oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù't ÇÌÌÈ
$oYù=yèy_ur $ygÏù ;M»¨Zy_ `ÏiB 9@ϯU 5=»oYôãr&ur $tRö¤fsùur $pkÏù z`ÏB Èbqããèø9$# ÇÌÍÈ
(#qè=à2ù'uÏ9 `ÏB ¾ÍnÌyJrO $tBur çm÷Gn=ÏJtã öNÍgÏ÷r& ( xsùr& tbrãà6ô±o ÇÌÎÈ
Artinya:
“Dan suatu tanda (kekuasaan
Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan
Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan
Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya
beberapa mata air, supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang
diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur?”
(×pt#uäur) dan satu tanda yang menunjukkan tentang
hari kebangkitan[2]
(Nçl°;) bagi mereka (orang-orang yang
mendustakan adanya hari kebangkitan)[3]
adalah (ÚöF{$#) bumi yang (ptGøyJø9$#) mati, yang tidak ada
tumbuh-tumbuhan (kering-kerontang)[4]
yang ($yg»uZ÷uômr&) Kami hidupkan dengan air,
sehingga menjadi hidup dengan aneka tumbuhan[5]
(${7ym$pk÷]ÏB$oYô_{÷zr&ur) dan Kami keluarkan darinya
(bumi) biji-bijian. Yang dimaksud di sini adalah satu jenis bijian seperti biji
gandum. ( tbqè=à2ù't çm÷YÏJsù) maka darinya (biji-bijian) mereka memakan.
Di sini menggunakan susunan kalimat yang mendahulukan shilah (berupa jar
dan majrur) dari pada kata kerjanya menunjukkan besarnya sesuatu yang
dimakan dan dijadikan penghidupan yaitu berupa
biji-bijian.[6]
($ygÏù $oYù=yèy_ur) dan Kami jadikan di dalamnya
(bumi) (MȬZy_) kebun-kebun yang memiliki
pohon-pohon yang berbuah (9@ϯU`ÏiB) seperti kurma (=»oYôãr&ur) dan anggur (zÈbqããèø9$# `ÏB$pkÏù$tRö¤fsùur) dan Kami pancarkan di dalamnya
(bumi) beberapa mata air. Maksudnya adalah Allah membuka dan membelah suatu
sumber mata air di dalam bumi. (¾ÍnÌyJrO`ÏB #qè=à2ù'uÏ9) agar mereka memakan dari
buahnya. Ada banyak pendapat tentang لضَّمِيْرا
مَرْجَعُ (tempat kembali)
dlomir ¾Ín pada ¾ÍnÌyJrO.
Al Razi dalam tafsir mafatih al ghaib menyatakan bahwa dalam hal
ini ada beberapa pendapat:[7]
1.
Menurut pendapat yang masyhur, dlamir ¾Ín pada ¾ÍnÌyJrO kembali kepada Allah. Sehingga
artinya menjadi buah Allah (buah milik Allah). Diartikan demikian karena, pada
hakikatnya buah yang keluar setelah adanya pohon dan sungai yang mengalirkan
air kepadanya itu tidak akan terwujud kecuali hanya dengan (kuasa Allah).
2.
Dlamir ¾Ín tersebut kembali kepada @ϯU (kurma) tanpa mengikutkan =»oYôãr& (anggur) karena menurut logika
hukum, anggur itu masuk dalam hukumnya kurma (ada kesamaan hukum).
3.
Dlamir ¾Ín kembali kepada semua yang telah
disebutkan. Dengan demikian artinya menjadi buah dari apa yang telah Kami
sebutkan. Dalam hal ini al Zamakhsyari menyebut bahwa yang dimaksud dengan buah
(yJrO) adalah faidah (manfaat). Dengan
demikian buah ini bisa diartikan sebagai buah dari al tijarah
(perdagangan) yaitu keuntungan, bisa juga diartikan buah dari ibadah yaitu
pahala. Sehingga dlamir ¾Ín
itu kembali kepada al tafjir (mengalirkan) yang diambil dari وَفَجَّرْنا فِيها مِنَ الْعُيُونِ تَفْجِيرًا لِيَأْكُلُوا
مِنْ فَوَائِدِ ذَلِكَ التَّفْجِيرِ.
Dan jika dilihat, faidah al tafjir itu lebih banyak dari
faidah buah (buah kurma, anggur, dsb). Alasan lain yang menguatkan dlamir ¾Ín itu
kembali kepada al tafjir (mengalirkan) adalah karena al tafjir (
yang terambil dari وَفَجَّرْنا) itu adalah مَرْجَعُ الضَّمِيْر yang paling dekat diantara yang lain.[8]
(öNÍgÏ÷r&m÷Gn=ÏJtã$tBur) dan apa yang dikerjakan oleh tangan mereka.
Maksud dari kalimat ini adalah apa saja yang mereka ambil (dari buah) seperti
ekstraknya, madunya, dsb.[9]
(tbrãà6ô±oxsùr&) apakah mereka tidak mensyukuri
ni’mat Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada mereka itu. Kalimat ini
mengandung perintah untuk bersyukur dengan cara meninggalkan keingkaran
kepadaNya.[10]
C. Tinjauan
Aspek Munasabah
Ayat 33 – 35 surah Yasin ini masih
berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yang membicarakan tentang perintah Allah
kepada Nabi SAW untuk mengingatkan untuk tidak menolak kehadiran rasul dan
membangkang perintahNya. Pada beberapa ayat-ayat tersebut dikisahkan tentang
kisah dan pengalaman pahit yang diterima oleh penduduk satu negri yang menolak
kehadiran rasul dan membangkang perintahNya. Kisah mereka diakhiri dengan
pernyataan: Tidaklah mereka semua kecuali dikumpulkan kepada Kami lagi dihadirkan
(ayat 32).
Ayat 33 – 35 surah Yasin ini
berbicara tentang kaum musyrikin Mekah dengan mengajak mereka memperhatikan
alam sekeliling, setelah ayat sebelumnya mengajak mereka memperhatikan
pengalaman sejarah. Dalam hal ini dapat juga dikatakan bahwa ayat-ayat
sebelumnya berakhir dengan penegasan tentang adanya hari dimana semua akan
dikumpulkan yaitu pada hari kebangkitan, sementara ayat 33-35 ini menguraikan
tentang sekelumit bukti kuasa Allah membangkitkan dan menghidupkan apa yang
telah mati.[11]
D. Aspek
hukum dalam surah Yasin ayat 33 – 35
Dengan melihat beberapa pandangan para
mufassir pada surah Yasin ayat 33 – 35 sebagaimana telah diuraikan dalam sub
bab tafsir tahlili di atas, maka dapat ditarik beberapa aspek hukum yang
ada dalam ayat-ayat tersebut. Yaitu:
1.
Biji-bijian yang keluar dari bumi adalah
sesuatu yang boleh dikonsumsi
Kesimpulan ini ditarik dari kalimat tbqè=à2ù't m÷YÏJsù ${7ym $pk÷]ÏB$oYô_{÷zr&ur
2.
Boleh mengambil ekstrak buah atau mengambil
sari madu dari buah-buahan
Kesimpulan
ini diambil dari pendapat wahbah al Zuhaili dalam menafsirkan kalimat:
tbqè=à2ù't m÷YÏJsù ${7ym $pk÷]ÏB$oYô_{÷zr&ur
3.
Boleh memakan (ujrah) sebagai pengelola
bisnis pertanian
Kesimpulan
ini diambil dari pendapat al Zamakhsyari dalam menafsirkan kalimat: NÍgÏ÷r& çm÷Gn=ÏJtã$tBur
4.
Kewajiban bersyukur atas semua ni’mat dari
Allah yang berupa hasil dari pengelolaan bumi
Kesimpulan
ini diambil dari pendapat Wahbah al Zuhaili dalam menafsirkan kalimat: brãà6ô±oxsùr&
E. Korelasi
Surah Yasin Ayat 33 – 35 Dengan Pengelolaan Pertanian
Berdasarkan surah Yasin ayat 33 –
35, ada tiga fungsi pengelolaan lahan pertanian yaitu:
1.
Menyuburkan tanah
Dengan
menanam pohon/mengelola tanah sehingga tanah ditumbuhi tanaman maka akan secara
otomatis membuat tanah menjadi subur. Berbeda dengan tanah kosong yang tidak
ditanami tanaman, tanah tersebut akan menjadi gersang dan kering kerontang.
Kesimpulan ini dapat ditarik dari Prof. Quraish Shihab ketika menafsirkan
kalimat: ${7ym$pk÷]ÏB $oYô_{÷zr&ur$yg»uZ÷uômr& ptGøyJø9$# ÞÚöF{$#
2.
Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari
Selain
berfungsi sebagai penyubur tanah, pertanian juga berfungsi untuk menanam bahan
makanan guna memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Hal ini dapat ditarik
dari kalimat: tbqè=à2ù't m÷YÏJsù ${7ym $pk÷]ÏB$oYô_{÷zr&ur
3.
Untuk menyimpan air dalam tanah dan
manfaat-manfaat lainnya.
Fungsi
pertanian sebagai penyimpan air dalam tanah yang kemudian dapat menjadi sumber
mata air ini dapat ditarik dari kalimat: Èbqããèø9$#`ÏB$pkÏù $tRö¤fsùur. Selain itu, al Zamakhsyari
ketika menafsirkan kalimat: (¾ÍnÌyJrO `ÏB#qè=à2ù'uÏ9 mengartikan yJrO dengan manfaat. Sehingga, yang
bisa diambil dari pertanian tidak hanya buah secara fisik tapi juga manfaat
lain dari penanaman pohon. Misalnya, dengan ditanaminya sebuah ladang pertanian
dengan banyak pepohonan menjadikan daerah sekitarnya sejuk dan mengalirkan air.
4.
Bisnis yang profit oriented
Apabila
mengikuti pendapat al Zamakhsyari yang mengartikan yJrO dalam kalimat: ¾ÍnÌyJrO `ÏB#qè=à2ù'uÏ9 dengan faidah (manfaat), dimana
buah ini bisa diartikan sebagai buah dari al tijarah (perdagangan) yaitu
keuntungan, maka kegiatan bertani ini juga dapat mendatangkan manfaat lain
yakni manfaat bisnis. Di sini kegiatan bertani tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi sehari-hari, tapi juga memiliki manfaat bisnis yang sering
disebut sebagai agrobisnis
(bisnis pertanian). Dimana agrobisnis merupakan kegiatan bertani dengan mempertimbangkan
perhitungan laba-rugi.
F. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab pembahasan,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1.
Dengan memperhatikan alam di sekeliling kita
maka akan bisa menambah keimanan. Bagaimana Allah SWT menghidupkan tanah yang
kering-kerontang dengan menumbuhkan pepohonan di atasnya menjadi sekelumit
bukti kuasaNya untuk menghidupkan manusia yang telah mati pada hari kebangkitan
nanti.
2.
Surah Yasin ayat 33 – 35 selain membicarakan
mengenai bukti adanya hari kebangkitan, ternyata ayat-ayat tersebut juga
mengandung beberapa aspek hukum yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari khususnya dalam bidang pertanian.
A. Penutup
Sesuai dengan pepatah: “tiada
gading yang tak retak”, sungguh dalam penyajian makalah ini masih banyak sekali
kekurangan dan kesalahan yang disebabkan keterbatasan penulis. Untuk itu, saran
dan masukan akan sangat bermanfaat untuk mengupas lebih luas dan lebih dalam
mengenai penafsiran ayat-ayat pertanian ini.
Terakhir, mohon maaf atas segala
kekurangan, dan terimakasih untuk semua masukan, mudah-mudahan kita semua
dimasukkan ke dalam golongan hamba-hambaNya yang senang mentadabburi al
Qur’an. Amiin
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an al Karim
Al Muawwad, Prof. Dr. Muhammad Amin
Abu Bakar. Al Taisir Fi Ahamm Qawa’id Al Tafsir. Kairo: dar al kutub, 1992.
Al Suyuthy, Jalaludin al Mahally dan Jalaludin. Tafsir
al Qur’an al ‘Adhim. Surabaya: Dar Ilm, tt,
Juz 2.
Fakhr al din al Razi, Mafatih
alghaib, maktabah al syamilah, 2002.
al Zuhaili, Wahbah. al Tafsir al
Munir fi al ‘Aqidah wa al Syari’ah wa al Manhaj. Damaskus: Dar al Fikr,
2003, Jilid 12.
M. Quraish Shihab, Tafsir al
mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an. Jakarta: Lentera Hati,
2002, Vol.11.
[1]
QS. Al-A’raf: 96.
[2]
Wahbah al Zuhaili, al Tafsir al Munir fi al ‘Aqidah wa al Syari’ah wa al
Manhaj, Damaskus: Dar al fikr, 2003, Jilid 12, hlm. 13.
[3]
Jalaludin al Mahally dan Jalaludin al Suyuthy,
Tafsir al Qur’an al ‘adhim, Surabaya: Dar Ilm, tt, Juz 2, hlm. 124.
[4]
M. Quraish Shihab, Tafsir al mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, Vol.11, hlm. 536.
[5]
Wahbah al Zuhaili, al Tafsir al Munir…, Jilid 12, hlm. 13.
[6]
Ibid. hlm. 13.
[7]
Fakhr al din al Razi, Mafatih alghaib, maktabah al syamilah, 2002.
[8]
Prof. Dr. Muhammad Amin Abu Bakar Al Muawwad, Al Taisir Fi Ahamm Qawa’id Al
Tafsir, Kairo: dar al kutub, 1992,
hlm. 18.
[9]
Wahbah al Zuhaili, al Tafsir al Munir…, Jilid 12, hlm. 13.
[10]
Ibid. hlm. 13.
[11]M.
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an,…
Hlm. 536
Comments
Post a Comment